Jumat, 28 Desember 2012

Dasar-Dasar Pendidikan Moral

TUGAS KELOMPOK
PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN  REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas, bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki kepribadian prestasi anak bangsa sudah banyak mengaharumkan nama bangsa di berbagai kancah Internasional. Namun, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya.
Hal ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakkan moral di kalangan remaja, seperti penggunaan narkotika atau obat-obatan terlarang, tawuran pelajar, pornografi dan pornoaksi, pelecehan seksual atau perkosaan, merusak milik orang lain, perampasan, penipuan, arbosi, penganiayaan, perjudian, pelacuran, penbunuhan, dan lain-lain sudah menjadi masalah social yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakan-tindakan tersebut sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab pelaku-pelaku dan para korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan mahasiswa.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian moral?
2.      Apakah tujuan pendidikan moral?
3.      Bagaimana pendidikan moral Indonesia?
4.      Apakah pengaruh atau dampak negatif yang ditimbulkan dari globalisasi terhadap perkembangan moral?
5.      Bagaimana cara menanggulangi dampak negatif yang timbul tersebut?


C.    Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah selain untuk memenuhi salah satu tugas kami dari mata kuliah Dasar-dasar pendidikan moral, tetapi juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal ynag telah tertera pada rumusan masalah di atas.
Dan dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.


BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN  REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI

A.    Moral

1.      Pengertian Moral
Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup) (Lorens Bagus, 1996:672). Secara etimologi kata moral sama dengan etika  karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Jadi, moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Selanjutnya, istilah moral lebih sering dipergunakan untuk menunjukkan kode etik, tingkahlaku, adat, atau kebiasaandari individu atau sekelompok, seperti apabila seseorang membicarakan tentang moral orang lain. Disini moral sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata lain mores  (Runes;1977:202). Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia.
Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik buruk, benar salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Menurut Pendidikan Agama Islam, moral berasal dari kata latin mos dan mores (bentuk jamaknya) yang berarti adat atau cara hidup. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia ( Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; ahklak, budi pekerti, dan susila.
Jadi, menurut kami, moral adalah semua perbuatan tingkah laku manusia yang bernilai baik menurut pandangan masyarakat umum dalam bersikap sehari-hari.
2.      Tujuan Pendidikan Moral
Kohlberg (1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal, berlandaskan prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling, 1985).
Untuk tercapainya tujuan pendidikan moral tersebut, Kohlberg menegaskan, konsep pengembangan pembelajaran yang lebih sesuai adalah melalui imposisi, tidak menyatakan secara langsung sistem nilai yang konkret. Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di sekolah harus meningkatkan pemahamannya mengenai hakikat pengembangan moral serta memahami metode-metode komunikasi moral. Frankena (1971) menyatakan, tugas pendidikan moral adalah menyampaikan dan mempertahankan moral sosial, meningkatkan moralitas manusia, menjadi agen pengembang yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir moral secara maksimal. Lebih khusus Maritain (dalam Frankena, 1971) menegaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.
Lebih lanjut, Frankena mengemukakan lima tujuan pendidikan moral sebagai berikut:
1.      Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” ataupun cara-cara moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang seharusnya dikerjakan, seperti membedakan hal estetika, lagalitas, atau pandangan tentang kebijaksanaan.
2.      Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau beberapa prisip umum yang fundamental, idea atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu keputusan.
3.      Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan seperti pada pendidikan moral tradisional yang selama ini dipraktikkan.
4.      Mengembangkan suatu kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar.
5.      Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku (frankena, 1971:395-398).

Pada tahun 1971, Kohlberg menggabungkan tujuan pendidikan moral dengan tujuan pendidikan Civics (Pendidikan Kewarganegaraan). Dinyatakan bahwa selain harus mempertimbangkan tercapainya tujuan moral secara filosofis, juga mengembangkan tingkat pertimbangan moral secara ideal menentukan apa yang seharusnya dilakukan. Tujuan moral secara filosofis menyerukan kebebasan dan kebiasaan berpikir sehingga mampu melahirkan pertimbangan moral yang bernilai universal untuk seluruh umat manusia. Prinsip moral secara filosofis tidak membedakan seluruh peraturan, sedangkan nilai moral secara konkret didasarkan pada aturan khusus yang berlaku untuk suatu masyarakat tertentu (Kohlberg, 1971:129-145). Tujuan pendidikan moral ini, sebenarnya dapat ditemukan dalam cakupan isi dan tujuan yang dikehendaki oleh bidang studi PKn yang diajarkan di sekolah di Indonesia, yaitu yang bersumber dari nlai-nilai sila kedua dari Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan moral di sekolah membantusiswa mempertinggi tingkat pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya. Tingkat pemikiran dan pertimbangan moral terbukti secara empiris dapat ditingkatkan melalui pendidikan moral, yaitu dengan menggunakan metode diskusi dilema moral. Banyaknya temuan penelitian yang membuktikan keunggulan penggunaan metode diskusi dilema moral tersebut telah dilakukan pada setting budaya yang berbeda. Khusus untuk penelitian dengan setting yang melatarbelakangi kultur budaya Indonesia telah dilakukan oleh Sjarkawi (1996) pada sekolah SMP di Malang dan pada tahun 1998 pada tingkat SMA di Jambi.
3.      Pentingnya Pendidikan Moral dalam Tujuan Penddikan di Indonesia dan Pendidikan Moral Indonesia.
Dewey (dalam Kohlberg, 1997) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral. Prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kepribadian siswa yang kuat. Kirschenbaum menegaskan bahwa untuk mengembangkan moral siswa, tujuan akhir dari studi IPS diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan moral (dalam Noll, 1980). Untuk sampai kepada tujuan tersebut, Dewey mengemukakan bahwa proses dan tujuan akhir studi-studi social harus bermuara pada terwujudnya moral dalam mengembangkan kepribadian manusia (dalam Kohlberg, 1977). Dengan demikian, berbicara mengenai pendidikan , apapun dan bagaimanapun tidak dapat menghindari tugas pengembangan moral dan etika.
Pasal 1 ayat(1) UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya Pasal 3 menegasakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika dibandingkan dengan konsep dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang terdapat didalam UU No.20 tahun 2003 dengan konsep dan tujuan sebagaimana dikemukakan Dewey (dalam Kohlberg, 1977) maka konsep dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia jauh lebih sempurna dari sekedar kemampuan intelektual dan moral sebagaimana yang dikehendaki oleh Dewey ini sudah tercakup d idalam nilai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Negara kita merupakan Negara yang mengakui pentingnya moralitas dan terselenggaranya pendidikan yang bermoral di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas, yakni di rumah ( lingkungan keluarga), di tempat-tempat ibadah seperti majelis taqlim di masjid, bahkan melalui televisi yang di siarkan secara bebas dan menjangkau masyarakat luas.
Goods (1945) menegaskan Negara yang mengakui agama dan sekolah agama, maka pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui pendidikan agama atau sekolah sekolah agama, sedangkan Negara yang tidak mengakui agamapendidikan moral diajarkan pendidikan kewarganegaraan atau civics. Jika berpedoman pada konsep ini, dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang memberikan perhatian cukup besar dalam pembinaan moral. Hal ini dikarenakan, selain sekolah mengajarkan Pendidikan Agama juga sekaligus memberikan pendidikan moral melalui bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, Bahasa Indonesia diseluruah jenjang sekolah (dasar, menengah, dan perguruan tinggi).
Berdasarkan hal tersebut, Ardhana (1985) menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang menaruh perhatian besar pada masalah pendidikan moral. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat yang paling rendah hingga paling tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang studi yang potensial untuk pembinaan moral, antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan sosial. Demikan juga pembinaan moral yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui pemanfaatan kehidupan beragama, pengajian, penghapusan tempat maksiat seperti perjudian dan tempat prostitusi, secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Namun, tampaknya segala usaha dan langkah yang positif tersebut masih uga belum mampu mengatasi tindak amoral.
Lebih lanjut Ardhana (1985) mengemukakan bahwa bersamaan dengan usaha gencar yang dilakukan untik menanggulangi kebrobokan moral, biaik dengan cara preventif maupun represif, masyarakat Indonesia dihadapkan pada suatu kenyataan masih banyaknya tindakan amoral yang terjadi dimasyarakat. Tindakan dan perilaku amoral seperti pemerkosaan, korupsi, dan sejenisnyasetiap hari dilaporkan oleh berbagai media massa, dan kebanyakan tindakan amoral tersebut dilakukan oleh para remaja yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Moralitas remaja sekarang ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab akan menentukan nasib di masa depan mereka atas kelangsungan hidup bangsa Indonesia umumnya. Dapat dikatakan bahwa penanggulangan terhadap masalah-masalah moral remaja merupakan salah satu penentu masa depan mereka dan bangsanya. Menurut Buchori (2002), bahwa di masa mendatang ini akan ada dua tantangan zaman yang harus dihadapi oleh para generesi muda Indonesia. Pertama, tantangan untuk memulihkan kehidupan bangsa dan kekacauan yang ada sekarang ini. Kedua, tantangan menghadapi persoalan-persoalan yang lahir dan situasi-situasi Global yang berkembang pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang. Apakah mereka telah sadar akan hal ini sedangkan kenakalan dan tindakan negatif yang mereka lakukan tewlah merebak sehingga kini telah menjadi problem yang serius dan cukup mengganggu ketertiban masyarakat sehingga perlu adanya gerakan nasional untuk mengatasinya.

B.     Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Moral Remaja di Indonesia
 Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Faktor pendukung utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral remaja.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan perkembangan moral remaja antara lain dalam bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Yang lebih memprihatinkan adalah pergaulan bebas antar remaja. Munculnya sikap individualisme, kurang peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong semakin luntur. Dan berikut ini akan di bahas mangenai kenakalan remaja sebagai dampak negatif dari globalisasi tersebut.

1.      Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.
Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Dapat pula terjadi perbuatan anakremaja tersebut bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada kedua orangtua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya.

2.      Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinyakenakalan remaja adalah sebagai berikut :
a.       Keluarga
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
b.      Pendidikan Formal (Sekolah)
Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan pendidik. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah seringkali menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga anak remaja menjadi nakal.
c.       Masyarakat dan Lingkungan Masyarakat
Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik secaralangsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran dan fasilitas rekreasi.


3.      Langkah-langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaggulangi Kenakalan Remaja
Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam menanggulangi kenakalan remaja, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun melakukan langkah-langkah yang paling memadai di dalam melakukan preverensi. Lankah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaikikehidupan warga masyarakat, agar di bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan.
Menurut Drs. Bimo Walgito, upaya lain dapat dilakukan dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio, televisi ataupun melalui media yang lain mengenai soal-soal pendidikan pada umumnya. Mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku komik, majalah-majalah, pemasangan-pemasangan iklan dan sebagainya.
Di sini masyarakat pun ikut terlibat di dalam kenakalan yang dilakukan remaja, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menaggulangi hal tersebut dapat berupa :
1.      Memberi nasihat secara langsung kepada anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.
2.      Membicarakan dengan orangtua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut.
3.      Langkah yang terakhir, masyarakat harus berani melaporkan kepada ppejabat yang berwenang tentang adanya perbuatan kenakalan/kejahatan sehingga segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.
Selain dari pada hal-hal tersebut sekolah pun memiliki peranan dalam menaggulangi kenakalan remaja yakni dengan memberikan pendidikan moral (telah di sebutkan pada bagianmelalui bidang studi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa Indonesia di seluruh jenjang sekolah (pendidikan dasar, pendidikan menengah dan perguruan tinggi).



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil atau pembahasan dari makalah kami di atas, kami menarik kesimpulan sebagai berikut :
·         Moral adalah semua perbuatan tingkah laku manusia yang bernilai baik menurut pandangan masyarakat umum dalam bersikap sehari-hari.
·         Indonesia sangat memperhatikan pendidikan moral hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
·         Pendidikan moral di Indonesia dapat di terapkan melalui Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, dan Pendidikan Bahasa Indonesia.
·         Globalisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan moral Indonesia terutama di kalangan remaja. Dan dampak negatif dari globalisasi tersebut salah satunya adalah kenakalan remaja.
·         Kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.
·         Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja tersebut adalah :
1.      Keluarga
2.      Pendidikan formal atau sekolah
3.      Masyarakat dan lingkungan masyarakat
·         Meskipun sangat sulit akan tetapi ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kenakalan yang disebabkan oleh remaja baik itu dari pemerintah, orangtua, maupun masyarakat.

B.     Saran
Untuk mewujudkan pendidikan moral yang benar-benar dapat diterapkan atau yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai ada baiknya jikalau pendidikan moral yang diberikan tersebut tidak hanya berupa materi akan tetapi juga berupa pelaksanaan yang baik (sebagai teladan atau contoh) yang dilaksanakan oleh pendidik, orangtua, masyarakat dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, Drs. S.H. Kenakalan Remaja. Jakarta. Penerbit : Rineka Cipta, 2004. Cetakan keempat.
Sjarkawi, Dr.M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak (Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri). Jakarta. Penerbit : Bumi Aksara.
C.Asri, Dr. Budiningsih. Pembelajaran Moral. Jakarta. Penerbit : Rineka Cipta. 2004. Cetakan pertama.
http://Pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/tgl.312.pdf

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates