Jumat, 28 Desember 2012
TUGAS KELOMPOK
PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia,
pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas, bertanggung
jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki kepribadian
prestasi anak bangsa sudah banyak mengaharumkan nama bangsa di berbagai kancah
Internasional. Namun, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya.
Hal ini diindikasikan dengan banyaknya
kerusakkan moral di kalangan remaja, seperti penggunaan narkotika atau
obat-obatan terlarang, tawuran pelajar, pornografi dan pornoaksi, pelecehan
seksual atau perkosaan, merusak milik orang lain, perampasan, penipuan, arbosi,
penganiayaan, perjudian, pelacuran, penbunuhan, dan lain-lain sudah menjadi
masalah social yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak
lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakan-tindakan
tersebut sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Ini sangat memprihatinkan
masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab
pelaku-pelaku dan para korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan
mahasiswa.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apakah
pengertian moral?
2.
Apakah
tujuan pendidikan moral?
3.
Bagaimana
pendidikan moral Indonesia?
4.
Apakah
pengaruh atau dampak negatif yang ditimbulkan dari globalisasi terhadap
perkembangan moral?
5.
Bagaimana
cara menanggulangi dampak negatif yang timbul tersebut?
C. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah selain untuk
memenuhi salah satu tugas kami dari mata kuliah Dasar-dasar pendidikan moral,
tetapi juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal ynag telah tertera pada rumusan
masalah di atas.
Dan dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkannya.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN
MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN
PENGARUH GLOBALISASI
A.
Moral
1.
Pengertian Moral
Istilah moral kadang-kadang
dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Moral berasal dari
bahasa latin, yaitu kata mos (adat
istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup)
(Lorens Bagus, 1996:672). Secara etimologi kata moral sama dengan etika karena keduanya berasal dari kata yang
berarti adat kebiasaan. Jadi, moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Selanjutnya, istilah moral lebih sering
dipergunakan untuk menunjukkan kode etik, tingkahlaku, adat, atau kebiasaandari
individu atau sekelompok, seperti apabila seseorang membicarakan tentang moral orang
lain. Disini moral sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata lain mores (Runes;1977:202).
Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik
sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk
mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia.
Helden (1977) dan Richards (1971)
merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan
tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan
terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral
atau moralitas merupakan pandangan tentang baik buruk, benar salah, apa yang
dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat
keyakinan dalam suatu masyarakat berkenan dengan karakter atau kelakuan dan apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Menurut Pendidikan Agama Islam, moral
berasal dari kata latin mos dan mores (bentuk jamaknya) yang berarti adat atau
cara hidup. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum
(masyarakat) yang baik dan wajar.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia (
Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; ahklak, budi pekerti, dan susila.
Jadi, menurut kami, moral adalah semua
perbuatan tingkah laku manusia yang bernilai baik menurut pandangan masyarakat
umum dalam bersikap sehari-hari.
2.
Tujuan Pendidikan Moral
Kohlberg
(1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan
tingkat pertimbangan moral siswa. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur
dengan standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang
benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal, berlandaskan
prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling, 1985).
Untuk tercapainya tujuan pendidikan
moral tersebut, Kohlberg menegaskan, konsep pengembangan pembelajaran yang
lebih sesuai adalah melalui imposisi, tidak menyatakan secara langsung
sistem nilai yang konkret. Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di
sekolah harus meningkatkan pemahamannya mengenai hakikat pengembangan moral
serta memahami metode-metode komunikasi moral. Frankena (1971)
menyatakan, tugas pendidikan moral adalah menyampaikan dan mempertahankan moral
sosial, meningkatkan moralitas manusia, menjadi agen pengembang yang mampu
meningkatkan kemampuan berpikir moral secara maksimal. Lebih khusus Maritain
(dalam Frankena, 1971) menegaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah
terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.
Lebih lanjut, Frankena mengemukakan
lima tujuan pendidikan moral sebagai berikut:
1.
Mengusahakan suatu
pemahaman “pandangan moral” ataupun cara-cara moral dalam mempertimbangkan
tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang seharusnya dikerjakan,
seperti membedakan hal estetika, lagalitas, atau pandangan tentang
kebijaksanaan.
2.
Membantu mengembangkan
kepercayaan atau pengadopsian satu atau beberapa prisip umum yang fundamental,
idea atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral
dalam menetapkan suatu keputusan.
3.
Membantu mengembangkan
kepercayaan pada dan atau mengadopsi norma-norma konkret, nilai-nilai,
kebaikan-kebaikan seperti pada pendidikan moral tradisional yang selama ini
dipraktikkan.
4.
Mengembangkan suatu
kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar.
5.
Meningkatkan
pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual,
meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi pengkritik terhadap
ide-ide dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku
(frankena, 1971:395-398).
Pada
tahun 1971, Kohlberg menggabungkan tujuan pendidikan moral dengan tujuan
pendidikan Civics (Pendidikan
Kewarganegaraan). Dinyatakan bahwa selain harus mempertimbangkan tercapainya
tujuan moral secara filosofis, juga mengembangkan tingkat pertimbangan moral
secara ideal menentukan apa yang seharusnya dilakukan. Tujuan moral secara
filosofis menyerukan kebebasan dan kebiasaan berpikir sehingga mampu melahirkan
pertimbangan moral yang bernilai universal untuk seluruh umat manusia. Prinsip
moral secara filosofis tidak membedakan seluruh peraturan, sedangkan nilai
moral secara konkret didasarkan pada aturan khusus yang berlaku untuk suatu
masyarakat tertentu (Kohlberg, 1971:129-145). Tujuan pendidikan moral ini,
sebenarnya dapat ditemukan dalam cakupan isi dan tujuan yang dikehendaki oleh
bidang studi PKn yang diajarkan di sekolah di Indonesia, yaitu yang bersumber
dari nlai-nilai sila kedua dari Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Dari uraian di atas, dapat dipahami
bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan moral di sekolah membantusiswa
mempertinggi tingkat pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya. Tingkat
pemikiran dan pertimbangan moral terbukti secara empiris dapat ditingkatkan
melalui pendidikan moral, yaitu dengan menggunakan metode diskusi dilema moral.
Banyaknya temuan penelitian yang membuktikan keunggulan penggunaan metode
diskusi dilema moral tersebut telah dilakukan pada setting budaya yang berbeda.
Khusus untuk penelitian dengan setting yang melatarbelakangi kultur budaya
Indonesia telah dilakukan oleh Sjarkawi (1996) pada sekolah SMP di Malang dan
pada tahun 1998 pada tingkat SMA di Jambi.
3.
Pentingnya Pendidikan Moral dalam Tujuan Penddikan di
Indonesia dan Pendidikan Moral Indonesia.
Dewey (dalam Kohlberg, 1997) menyatakan
bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan
intelektual dan moral. Prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu
sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kepribadian
siswa yang kuat. Kirschenbaum menegaskan bahwa untuk mengembangkan moral siswa,
tujuan akhir dari studi IPS diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan moral
(dalam Noll, 1980). Untuk sampai kepada tujuan tersebut, Dewey mengemukakan
bahwa proses dan tujuan akhir studi-studi social harus bermuara pada
terwujudnya moral dalam mengembangkan kepribadian manusia (dalam Kohlberg, 1977).
Dengan demikian, berbicara mengenai pendidikan , apapun dan bagaimanapun tidak
dapat menghindari tugas pengembangan moral dan etika.
Pasal 1 ayat(1) UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Selanjutnya Pasal 3 menegasakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika dibandingkan dengan konsep dan
tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang terdapat didalam UU No.20 tahun 2003 dengan
konsep dan tujuan sebagaimana dikemukakan Dewey (dalam Kohlberg, 1977) maka
konsep dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia jauh lebih sempurna dari
sekedar kemampuan intelektual dan moral sebagaimana yang dikehendaki oleh Dewey
ini sudah tercakup d idalam nilai kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak
mulia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Negara kita merupakan Negara
yang mengakui pentingnya moralitas dan terselenggaranya pendidikan yang
bermoral di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas, yakni di rumah (
lingkungan keluarga), di tempat-tempat ibadah seperti majelis taqlim di masjid,
bahkan melalui televisi yang di siarkan secara bebas dan menjangkau masyarakat
luas.
Goods (1945) menegaskan Negara yang
mengakui agama dan sekolah agama, maka pendidikan moral di sekolah diajarkan
melalui pendidikan agama atau sekolah sekolah agama, sedangkan Negara yang
tidak mengakui agamapendidikan moral diajarkan pendidikan kewarganegaraan atau civics. Jika berpedoman pada konsep ini,
dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia
merupakan Negara yang memberikan perhatian cukup besar dalam pembinaan moral.
Hal ini dikarenakan, selain sekolah mengajarkan Pendidikan Agama juga sekaligus
memberikan pendidikan moral melalui bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, Bahasa Indonesia diseluruah
jenjang sekolah (dasar, menengah, dan perguruan tinggi).
Berdasarkan hal tersebut, Ardhana (1985)
menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang menaruh perhatian
besar pada masalah pendidikan moral. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat yang
paling rendah hingga paling tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi
bidang studi yang potensial untuk pembinaan moral, antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan sosial. Demikan juga pembinaan moral
yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui pemanfaatan kehidupan beragama, pengajian,
penghapusan tempat maksiat seperti perjudian dan tempat prostitusi, secara
terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Namun, tampaknya segala usaha dan
langkah yang positif tersebut masih uga belum mampu mengatasi tindak amoral.
Lebih lanjut Ardhana (1985)
mengemukakan bahwa bersamaan dengan usaha gencar yang dilakukan untik
menanggulangi kebrobokan moral, biaik dengan cara preventif maupun represif,
masyarakat Indonesia dihadapkan pada suatu kenyataan masih banyaknya tindakan
amoral yang terjadi dimasyarakat. Tindakan dan perilaku amoral seperti
pemerkosaan, korupsi, dan sejenisnyasetiap hari dilaporkan oleh berbagai media
massa, dan kebanyakan tindakan amoral tersebut dilakukan oleh para remaja yang
setiap tahunnya mengalami peningkatan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
Moralitas remaja sekarang ini sangat
penting untuk diperhatikan, sebab akan menentukan nasib di masa depan mereka
atas kelangsungan hidup bangsa Indonesia umumnya. Dapat
dikatakan bahwa penanggulangan terhadap masalah-masalah moral remaja merupakan
salah satu penentu masa depan mereka dan bangsanya. Menurut Buchori (2002),
bahwa di masa mendatang ini akan ada dua tantangan zaman yang harus dihadapi
oleh para generesi
muda
Indonesia. Pertama, tantangan untuk memulihkan kehidupan bangsa dan kekacauan
yang ada sekarang ini. Kedua, tantangan menghadapi persoalan-persoalan yang
lahir dan situasi-situasi Global yang berkembang pada saat ini dan dimasa-masa
yang akan datang. Apakah mereka telah sadar akan hal ini sedangkan
kenakalan dan tindakan negatif yang mereka lakukan tewlah merebak sehingga kini
telah menjadi problem yang serius dan cukup mengganggu ketertiban masyarakat
sehingga perlu adanya gerakan nasional untuk mengatasinya.
B.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Moral Remaja di
Indonesia
Arus globalisasi begitu
cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Faktor pendukung
utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan
teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai
bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh
karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat
globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia,
khususnya terhadap perkembangan moral remaja.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan
dengan perkembangan moral remaja antara lain dalam
bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai
nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara
berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Yang lebih memprihatinkan
adalah pergaulan bebas antar remaja. Munculnya sikap individualisme, kurang
peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong semakin luntur. Dan
berikut ini akan di bahas mangenai kenakalan remaja sebagai dampak negatif dari
globalisasi tersebut.
1.
Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja ialah
perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat
melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.
Paham kenakalan remaja dalam arti luas,
meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun
perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Dapat pula terjadi perbuatan
anakremaja tersebut bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat
pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana
khusus. Adapula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka
kepada kedua orangtua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat
dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan
norma-norma agama yang dianutnya.
2.
Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Adapun faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinyakenakalan remaja adalah sebagai berikut :
a.
Keluarga
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
b.
Pendidikan Formal
(Sekolah)
Dalam konteks
ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga
bagi anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi
interaksi antara remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan
pendidik. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah seringkali menimbulkan
akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga anak remaja
menjadi nakal.
c.
Masyarakat dan
Lingkungan Masyarakat
Anak remaja
sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan
lingkungannya baik secaralangsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan
adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa
yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian,
pengangguran dan fasilitas rekreasi.
3.
Langkah-langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaggulangi
Kenakalan Remaja
Memang sulit untuk menemukan cara yang
terbaik di dalam menanggulangi kenakalan remaja, akan tetapi masyarakat,
perseorangan bahkan pemerintah sekalipun melakukan langkah-langkah yang paling
memadai di dalam melakukan preverensi. Lankah-langkah tersebut terutama dapat
dilakukan pemerintah untuk memperbaikikehidupan warga masyarakat, agar di
bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan.
Menurut Drs. Bimo Walgito, upaya lain
dapat dilakukan dengan mengadakan penyensoran film-film yang lebih
menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio,
televisi ataupun melalui media yang lain mengenai soal-soal pendidikan pada
umumnya. Mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku komik,
majalah-majalah, pemasangan-pemasangan iklan dan sebagainya.
Di sini masyarakat pun ikut terlibat di
dalam kenakalan yang dilakukan remaja, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dalam menaggulangi hal tersebut dapat berupa :
1.
Memberi nasihat secara
langsung kepada anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan
kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni
norma hukum, sosial, susila dan agama.
2.
Membicarakan dengan
orangtua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk
menyadarkan anak tersebut.
3.
Langkah yang terakhir,
masyarakat harus berani melaporkan kepada ppejabat yang berwenang tentang
adanya perbuatan kenakalan/kejahatan sehingga segera dilakukan langkah-langkah
prevensi secara menyeluruh.
Selain dari pada hal-hal tersebut
sekolah pun memiliki peranan dalam menaggulangi kenakalan remaja yakni dengan
memberikan pendidikan moral (telah
di sebutkan pada bagianmelalui bidang studi
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Bahasa Indonesia di seluruh jenjang sekolah (pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan perguruan tinggi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil atau pembahasan dari makalah kami di atas, kami menarik
kesimpulan sebagai berikut :
·
Moral adalah semua perbuatan tingkah laku manusia yang bernilai
baik menurut pandangan masyarakat umum dalam bersikap sehari-hari.
·
Indonesia
sangat memperhatikan pendidikan moral hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 1
ayat (1) Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
·
Pendidikan
moral di Indonesia dapat di terapkan melalui Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), IPS, dan Pendidikan Bahasa Indonesia.
·
Globalisasi
memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan moral Indonesia terutama di
kalangan remaja. Dan dampak negatif dari globalisasi tersebut salah satunya
adalah kenakalan remaja.
·
Kenakalan remaja ialah
perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat
melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.
·
Faktor-faktor
penyebab kenakalan remaja tersebut adalah :
1.
Keluarga
2.
Pendidikan
formal atau sekolah
3.
Masyarakat
dan lingkungan masyarakat
·
Meskipun
sangat sulit akan tetapi ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kenakalan yang disebabkan oleh remaja baik itu dari pemerintah,
orangtua, maupun masyarakat.
B. Saran
Untuk mewujudkan pendidikan moral yang benar-benar dapat diterapkan atau
yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai ada baiknya jikalau pendidikan
moral yang diberikan tersebut tidak hanya berupa materi akan tetapi juga berupa
pelaksanaan yang baik (sebagai teladan atau contoh) yang dilaksanakan oleh
pendidik, orangtua, masyarakat dan pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarsono,
Drs. S.H. Kenakalan Remaja. Jakarta.
Penerbit : Rineka Cipta, 2004. Cetakan keempat.
Sjarkawi,
Dr.M.Pd. Pembentukan Kepribadian Anak
(Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas
Membangun Jati Diri). Jakarta. Penerbit : Bumi Aksara.
C.Asri, Dr.
Budiningsih. Pembelajaran Moral. Jakarta.
Penerbit : Rineka Cipta. 2004. Cetakan pertama.
http://Pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/tgl.312.pdf
Label: Tugas Semester I
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)